Kentaki di Surga

 

PEMENANG KEDUA LOMBA PENA CERDAS KFC 2010

“Mak, beli kentaki dong,” pinta Euis, bocah berusia enam tahun yang baru duduk di kelas satu SD, kepada ibunya yang sedang meniupkan semprong ke sebuah tungku yang mulai meredup demi merubah beras hasil upah kerjanya seharian menjadi nasi yang bisa dimakan.
“Ntar kalau Teh Isah pulang dari Malaysia, ya?”  jawab Emak lembut, tanpa meninggalkan pekerjaannya.
“Lama amat, Mak? Emang Teh Isah kapan pulangnya?” tanya Euis sambil ikut memasukkan kayu bakar ke dalam tungku.
“Mmm… sabar ya, Sayang? Nggak lama lagi, kok. Sekarang Euis mandi dulu, gih,” kata sang ibu kemudian.
Euis mengangguk, lalu menyambar handuk lusuh di jemuran belakang. Sesaat kemudian, ia raih ember kecil yang tersangkut di ujung katrol. Kemudian ia jatuhkan ember itu ke dalam sumur mungil berkedalaman sepuluh meter. Perlahan, ia tarik kembali ember itu dengan tali hitam  berbahan karet. Lalu ia siramkan air itu ke sekujur tubuhnya.
“Euis, kalo mandi jangan begitu. Dikumpulin dulu airnya di bak,” seru ibunya dari dapur.
“Enakan begini, Mak,” sahut Euis sambil kembali mengguyurkan seisi ember ke seluruh tubuhnya.
Sang ibu tak menimpali.
Lima belas menit kemudian, Euis sudah berganti pakaian. ia kembali menghampiri sang ibu di dapur. Namun ternyata, ibunya masih sibuk mengangkat nasi dari tungku. Euis segera meninggalkan ibunya menuju ke dalam rumah. Ketiga kakaknya sedang sibuk dengan buku masing- masing. Euis tak ingin mengganggu. Ia segera menghambur ke luar rumah.
Euis tersudut di beranda depan, matanya lekat memandang dua bocah yang tengah menikmati kentang goreng dari wadah bertuliskan ‘KFC’ di seberang rumahnya. Dua bocah itu adalah tamu undangan di pesta ulang tahun kawan sekelas Euis yang ayahnya berprofesi sebagai ABRI. Sang ibu menatapi anaknya dari ambang pintu. Hatinya teriris. Batinnya tersayat. Perih merajam jiwa. Pedih mengoyak nurani. Ia merasa kecewa pada dirinya sendiri karena tak mampu membahagiakan buah hatinya. Bulir mutiara menitik di pipinya yang buru- buru dihapusnya untuk kemudian menyeru kepada sang anak, “Euis…”
Euis segera menyahut dan masuk ke dalam rumah lalu berkata, “iya, Mak.”
“Ini nasinya udah mateng. Makan, yuk!” ajak ibunya yang sudah duduk di atas tikar bersama ketiga anaknya yang lain.
“Mak, kenapa sih, Euis nggak diundang ke pesta ulang tahunnya Ginda? Euis ‘kan juga temen sekelasnya  dan tetangga dekatnya juga.”
“Mmm, mungkin Ginda lupa, kali.”
“Kenapa juga kita makan selalu pake tempe, Mak? Kapan makan pake kentaki?”
Tempe juga kaya protein yang penting bagi tubuh, lho… nggak kalah nikmat sama kentaki.”
“Tapi… Euis penasaran. Kentaki itu rasanya kayak gimana, sih?”
“Makanya Euis belajar yang rajin biar pinter. Kalo pinter, Euis pasti hidupnya enak dan bisa makan kentaki tiap hari.”
“Gitu ya, Mak? Kalo gitu, Euis janji deh mau ranking satu terus, supaya bisa terus makan kentaki.”

0 komentar:

Posting Komentar